Jumat, 22 November 2019

TUGAS SOFTSKILL 2


Nominal/Biaya Berapa yang Harus Memakai Kontrak
Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
  1. Bentuk Kontrak terdiri atas:
  2. Bukti pembelian/pembayaran;
  3. Kuitansi;
  4. Surat Perintah Kerja (SPK);
  5. Surat perjanjian; dan
  6. Surat pesanan.
·         Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
·         Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
·         SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
·         Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Harga Wajar dan Harga Tidak Wajar
Dalam proses pengadaan, harga penawaran dari calon penyedia sangat menentukan bakal calon pemenang lelang. Dan hal ini pun akan berkaitan dengan kualitas dari hasil pekerjaan. Oleh karenanya, dalam evaluasi penawaran harga terdapat aturan, khususnya dalam pekerjaan jasa konstruksi. Dalam pekerjaan konstruksi apabila harga penawaran jauh dibawah HPS, < 80% HPS, maka dilakukan evaluasi kewajaran harga dengan ketentuan:
1.       AHSP (analisa harga satuan pekerjaan) hanya diminta terhadap calon penyedia yang menawar <80%. AHSP disampaikan pada saat klarifikasi kewajaran harga (Permen PU 31/2015);
2.        Evaluasi kewajaran harga hanya untuk pekerjaan konstruksi. Apabila ada penyedia jasa konsultan konstruksi dengan penawaran dibawah 80%, tidak diberlakukan evaluasi kewajaran harga.
3.       Meneliti dan menilai kewajaran harga satuan dasar meliputi harga upah, bahan, dan peralatan dari harga satuan penawaran, sekurang-kurangnya pada setiap mata pembayaran utama;
4.       Meneliti dan menilai kewajaran kuantitas/koefisien dari unsur upah, bahan, dan peralatan dalam Analisa Harga Satuan;
5.       Ketika menawar dibawah 80%, penawaran penyedia akan diklarifikasi untuk item-item pekerjaan  yang harganya 80% dibawah harga di HPS, dichek apa memang harganya wajar atau harganya dibanting;
6.       Apabila total harga penawaran yang diusulkan lebih kecil dari hasil evaluasi, maka harga penawaran dinyatakan tidak wajar dan gugur harga.

Apabila total harga penawaran lebih besar dan/atau sama dengan dari hasil evaluasi, maka harga penawaran dinyatakan wajar dan apabila peserta tersebut ditunjuk sebagai pemenang pelelangan, harus bersedia untuk menaikkan Jaminan Pelaksanaan menjadi 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS. Apabila peserta yang bersangkutan tidak bersedia menaikkan nilai Jaminan Pelaksanaan, penawarannya digugurkan dan Jaminan Penawaran dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/Daerah, serta dimasukkan dalam Daftar Hitam.
Contoh:
Pada sebuah Pengadaan Pekerjaan X dengan HPS Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Terdapat satu perusahaan yang memasukan penawaran untuk pekerjaan tersebut dengan harga penawaran (sebelum koreksi) jauh dibawah HPS, katakanlah penawaran tersebut dibawah 80% dari total HPS.
Jawaban untuk Permasalahan tersebut.
Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) perlu dilakukan apabila penawaran dibawah 80%. Jika mengacu pada contoh diatas, maka perlu dilakukan evaluasi kewajaran harga jika ada calon penyedia yang menawar dibawah Rp. 800.000.000,-.

Misalkan ada penyedia yang menawar Rp. 750.0000.000. Berarti penawaran penyedia dibawah 80% HPS.
  • Dilakukan klarifikasi terhadap harga di item-item penawaran penyedia ternyata perhitungannya tanpa keuntungan saja misal menjadi Rp. 770.000.000.

750 juta < 770 juta ==> tidak mungkin dikerjakan karena akan rugi, maka calon penyedia tersebut digugurkan.
  • Dalam hal dilakukan klarifikasi terhadap harga di item-item penawaran penyedia ternyata perhitungannya tanpa keuntungan saja misal menjadi Rp. 700.000.000.
750 juta > 700 juta ==> dapat dikerjakan karena tidak rugi, mungkin untung sedikit, maka tidak digugurkan. Untuk harga penawaran dibawah HPS, dengan hasil klarifikasi dinilai logis atau wajar maka nilai jaminan pelaksanaan yang harus diserahkan oleh penyedia dihitung 5% dari nilai HPS.

Menurut Permen PU No. 31 Tahun 2015
a. Kontrak lump sum atau harga satuan ada evaluasi kewajaran harga
b. Terhadap penyedia jasa yang menawar di bawah 80% dari HPS, maka penyedia harus menyampaikan AHS untuk evaluasi kewajaran harga.
c. AHS disampaikan saat acara klarifikasi kewajaran harga

Harga Timpang
Definisi Harga Satuan Timpang menurut Pasal 92 ayat 1 Huruf c: Harga Satuan timpang adalah Harga Satuan penawaran yang melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, setelah dilakukan klarifikasi./ Syarat harga Satuan Timpang adalah sebagai berikut:
      1.      Harga Satuan Penawaran melebihi 110% dari Harga Satuan HPS; dan
      2.      Telah diklarifikasi dan disetujui kepada si pemilik penawaran.

Potensi Harga Timpang ada pada Harga Satuan Penawaran dibandingkan dengan Harga Satuan HPS sebelum menjadi Harga Satuan Kontrak. Akan diakui sebagai Harga Timpang jika disepakati dan siap untuk dijadikan Harga Satuan Kontrak antara PPK dan Penyedia. Inilah harga yang diperjanjikan sejak awal dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Harga Timpang harus diklarifikasi dan disetujui agar sebelum kontrak ditandatangani semua pihak sadar betul akibat yang diperjanjikan ketika terjadi Harga Timpang.
Pasal 66 ayat 5 huruf a menyatakan bahwa HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Jadi Penawaran yang wajar adalah:
  1. Harga Penawaran (Total) nya “sah”. Harga Penawaran yang Sah adalah yang Total Harga Penawaran-nya tidak melebihi HPS (Total HPS) Pasal 66 ayat 5 huruf b.
  2. Harga penawaran (Total) dibawah 80% HPS. Yaitu harga penawaran yang kewajaran harganya benar dan telah diklarifikasi, kemudian penyedia bersedia menaikkan jaminan pelaksanaan pekerjaan menjadi 5% dari HPS, Pasal 66 ayat 5 huruf c dan Permenpu 7/2011 sebagaimana diubah dengan Permenpu 31/2015.
Tidak ada sama sekali klausul peraturan yang menyebutkan kewajaran harga dinilai dari Harga Satuan! Dengan demikian terdapatnya Harga Satuan Timpang dalam Total Harga Penawaran tidak dapat dijadikan dasar mengatakan bahwa harga penawaran adalah tidak wajar. Termasuk juga sangat tidak beralasan kalau ada yang menyimpulkan Harga Satuan Timpang adalah harga yang tidak wajar sehingga perlu dinegosiasi atau diklarifikasi untuk diturunkan senilai harga satuan HPS.
Ketika Harga Timpang telah disepakati menjadi bagian kontrak maka meleburlah harga timpang tersebut menjadi Harga Satuan Kontrak dimana didalamnya terdapat perlakuan-perlakuan yang telah disepakati dalam dokumen pengadaan. Berikut ini adalah table perlakuan terhadap Harga Timpang berdasarkan beberapa peraturan:
Perka 14/2012
Perka 1/2015
Permenpu 31/2015
Jika terjadi penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga dalam HPS.
Jika terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, dilakukan negosiasi teknis dan harga
Tidak Diatur
apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga pasar maka harga satuan tersebut tidak timpang.
SSUK
Tidak Diatur
Untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi.
Untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi.

PROSES PERENCANAAN DOKUMEN SAMPA PELELANGAN KONTRAKTOR
1.                       FASE PERENCANAAN  BIDANG DOKUMEN
a.                   Penyusunan Detailed Engineering Design (DED) : membuat gambar kerja untuk pelelangan sekaligus gambar pedoman pelaksanaan pembangunan di lapangan.
b.                  Penyusunan Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS) : membuat spesifikasi material/bahan, alat, teknik/metoda kerja sebagian pedoman pelaksana, dan hal-hal yang bersifat administratif dalam proyek.
c.                   Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Bill of Quantity (BQ) : RAB diberikan untuk klien/pemilik proyek sebagai pedoman untuk menyeleksi kontraktor, sedangkan  BQ diberikan untuk calon kontraktor yang mengikuti tahapan prakualifikasi untuk membantu membuat penawaran proyek.
d.                  Penyusunan perhitungan teknik, dokumen kontrak, dan daftar informasi supplier : perhitungan struktur digunakan sebagai dasar pembuatan gambar kerja struktur yang sekaligus diperlukan untuk kepentingan non teknis proyek seperti proses pengurusan IMB. Dokumen kontrak dibuat untuk klien/pemilik proyek yang telah berhasil menentukan kontraktor untuk melakukan perjanjian tertulis. Informasi supplier diberikan kepada klien/pemilik proyek sebagai panduan untuk membandingkan harga pasaran dengan harga yang ditawarkan kontraktor, terutama saat terjadi pekerjaan tambah-kurang di lapangan.
e.                   Verifikasi dan validasi desain : verifikasi adalah pemerikasaan kembali segala dokumen yang hendak dilelangkan, yang dilakukan bersama dengan klien/pemilik proyek. Sedangkan validasi adalah pemeriksaan dan penyetujuan diokumen oleh pihak yang berwenang, misalnya untuk bangunan gedung pemerintahan, maka diperlukan eksaminasi dokumen oleh Dinas Pekerjaan Umum bidang Cipta Karya.



f.                   Perubahan desain (aanvuling) : perubahan desain dilakukan jika ternyata setelah melalui tahap verifikasi an eksaminasi, ternyata pihak pemeriksa menemukan adanya ketidakbenaran dalam dokumen, sehingga diperlukan perbaikan dokumen gambar DED atau dokumen RKS.

2.                       PELELANGAN KONTRAKTOR

a.                   Menyiapkan dokumen lelang
b.                  Prakualifikasi kontraktor : bersama dengan klien/pemilik proyek membuat pengumuman lelang dan menyeleksi kontraktor yang mendaftar.
c.                   Mengundang kontraktor : bersama dengan klien/pemilik proyek mengundang kontraktor untuk menghadiri penjelasan pekerjaan (aanwijzing)
d.                  Pengambilan dokumen pelelangan : bersama dengan klien/pemilik proyek mengurus pengambilan dokumen lelang oleh para kontraktor.
e.                   Penjelasan dan petunjuk (aanwijzing) : bersama dengan klien/pemilik proyek, mengadakan rapat dengan para kontraktor yang lolos prakualifikasi, menjelaskan secara detail tata cara pelelangan dan detail teknis pekerjaan proyek yang harus dilaksanaan.
f.                   Pemasukan penawaran kontraktor : bersama dengan klien/pemilik proyek, menerima dokumen penawaran yang diajukan oleh kontraktor.
g.                   Memberikan masukan pemilihan kontraktor dengan pertimbangan-pertimbangan dari aspek rencana teknis pengerjaan sampai besaran anggaran yang diajukan.
h.                  Membantu proses kontrak antara pemilik proyek dengan kontraktor : mengawal klien/pemilik proyek, pada saat melakukan perjanjian kerja dengan kontraktor terpilih.




SHOW CAUSE MEETING (SCM)
Bagi mahasiswa teknik sipil dan para pekerja konstruksi harus tahu istilah dari pengertian Show Cause Meeting (SCM). SCM secara deinitif diartikan sebagai Rapat Pembuktian. Dan yang akan kita bahas disini adalah Rapat Pembuktian Keterlambatan pada pekerjaan konstruksi. Keterlambatan tersebut bisa terjadi karena kendala dari segi material/bahan, kurangnya pekerja dilapangan dan kondisi alam.
Show Cause Meeting (SCM) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal penyelesaian pekerjaan yang telah dibuat.

Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan, maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian SCM. Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis atau dikenakan ketentuan tentang kontrak kritis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan.
A.    Ketentuan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Sesuai dengan Permen PU No. 07/PRT/M/2011 Buku PK 06A-BAB VII B6 Angka 39.2, kontrak dinyatakan kritis apabila:
1.    Periode I (rencana fisik pelaksanaan 0% - 70% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% dari rencana.
2.    Periode II (rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak), realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 5% dari rencana.
3.    Rencana fisik pelaksanaan 70% - 100% dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5% dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan.

B.     Penanganan Kontrak Kritis sebagai berikut:
Penanganan Kritis Periode I dan Periode II
1.    Pada saat kontrak dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada kontraktor/penyedia dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause Meeting (SCM).
2.    Dalam SCM PPK, Direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat Pertama.
3.    Apabila penyediah gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM II.
4.    Apabila Penyedia gagal pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM III. 
5.    Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan.
Dalam hal setelah diberikan SCM III yaitu Rencana fisik pelaksanaan 70 % - 100 % dari kontrak, realisasi fisik pelaksanaan terlambat kurang dari 5 % dari rencana dan akan melampui tahun anggaran berjalan dan penyedia tidak mampu memenuhi kemajuan fisik yang sudah ditetapkan, PPK melakukan rapat bersama atasan PPK sebelum tahun anggaran berakhir, dengan ketentuan:
1.        PPK dapat memberikan kesempatan untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender dengan ketentuan, penyedia secara teknis mampu menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama 50 (lima puluh) hari kalender.
2.        PPK dapat langsung memutuskan kontrak secara sepihak dengan mengesampingkan pasal 1266 kitab Undang-Undang Hukum Perdata; atau
3.        PPK dapat menunjuk pihak lain untuk melaksanakan pekerjaan. Pihak lain tersebut selanjutnya dapat menggunakan bahan/peralatan, dokumen kontraktor, dokumen desain yang dibuat oleh atau atas nama penyedia. Seluruh biaya yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan pihak lain sepenuhnya menjadi tanggung jawab penyedia berdasarkan kontrak awal.


Nama : Siti Rodiah
Kelas : 4TA04
NPM : 17316108

Rabu, 16 Oktober 2019

Aspek Hukum Dalam Pembangunan


1.         Penjelasan mengenai NSPM dan NSPK.
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan untuk menunjang operasional Direkorat jenderal yang terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. Ditetapkannya NSPM dimaksudkan untuk memberikan panduan dan kemudahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam bidang pekerjaan konstruksi untuk melaksanakan kegiatan pembangunan prasarana dan sarana guna mempertahankan mutu pekerjaan atau bahkan dalam skala tertentu untuk menjaga kepentingan masyarakat agar tidak dirugikan akibat dampak pembangunan di bidang pekerjaan konstruksi (PU).
 NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibangun dapat dimanfaatkan sesuai rencana bagi kepentingan masyarakat.  NSPM Kimpraswil terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok SNI sebanyak 13 bagian dan kelompok pedoman, petunjuk manual teknis sebanyak enam bagian yang keseluruhannya merupakan standar atau bagian dari norma, standar, pedoman dan manual dalam penyelenggaraan bidang pekerjaan umum. SNI disahkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) sedang pedoman, petunjuk, manual teknis ditetapkan oleh instansi pengawasan pembangunan yaitu departemen Pekerjaan Umum.
Beberapa NSPM adalah:
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara bangunan gedung
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara keselamatan bangunan
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Struktur Bangunan.
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Air bersih.
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Air Minum Perkotaan.
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Bendung, Bendungan, Sungai, Irigasi, Pantai.
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Keselamatan Bangunan.
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara bangunan jembatan
− NSPM. Metode, Spesifikasi dan Tata Cara Lalulintas, lingkungan jalan, sanitasi dan persampahan.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG PEKERJAAN UMUM SERTA PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
DASAR PENETAPAN NSPK
UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 16 Kewenangan Pemerintah Pusat
ayat (1)
     Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan; dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
ayat (2)
     Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.
ayat (3)
(3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan     
 oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Jangka Waktu Penyusunan NSPK oleh Pemerintah Pusat
u  Pasal 5
Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan.
Urusan yang dibagi kewenangannya kepada Provinsi & kab/Kota perlu dirinci lebih lanjut agar tidak menimbulkan persepsi yg berbeda² pd setiap daerah Perlu Penetapan NSPK Oleh Pemerintah
1.    Mempertegas & memperjelas landasan hukum
2.    pedoman & acuan pelaks urusan pemerintahan
3.    Memperjelas mekanisme, tatacara, persyaratan, kriteria, pengelolaan urusan pemerintahan
4.    Mempermudah Perencanaan prog. & keg serta pendanaan.
5.    Memperjelas Kewenangan Prov & Kab/Kota
6.    Memperjelas  pelaks. Monev
7.    Memperjelas  Pelaporan
8.    Memperjelas  Binwas
9.    Memperjelas  Manajemen Ursn Pemerintahan

Kewenangan Daerah
u  Pasal 17
(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

UU 12 TAHUN 2011
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 8
Peraturan Perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 87 TAHUN 2014
TENTANG
PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 3
Perencanaan Rancangan Undang-Undang meliputi kegiatan:
a.            penyusunan Naskah Akademik;
b.         penyusunan Prolegnas jangka menengah;
c.         penyusunan Prolegnas prioritas tahunan;
d.         perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang
            kumulatif terbuka; dan
e.         perencanaan penyusunan Rancangan Undang-Undang di
            luar Prolegnas.


2.            Undang-undang mengenai perumahan, kereta api, sumber daya air, transportasi, air bersih dan air limbah.
UU tentang Perumahan
a.   UU No. 1 tahun 2011 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat.”
b.   UU No. 1 tahun 2011 Pasal 1 Ayat 6 yang berbunyi “Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.”
c.   UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 15 yang berbunyi “Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan utilitas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang.”
d.   UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.” 
e.   UU No. 1 Tahun 2011 Pasal 5 Ayat 2 yang berbunyi “Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: a. Menteri pada tingkat nasional;        b. gubernur pada tingkat provinsi; dan c. bupati/walikota pada tingkat kabupaten/kota.”
UU tentang KA
a.   UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.”
b.   UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.”
c.   UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 2 yang berbunyi “Perkeretaapian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional diselenggarakan berdasarkan: a. asas manfaat; b. asas keadilan; c. asas keseimbangan; d. asas kepentingan umum; e. asas keterpaduan; f. asas kemandirian; g. asas transparansi; h. asas akuntabilitas; dan i. asas berkelanjutan.”
d.   UU NO. 23 Tahun 2007 Pasal 13 Ayat 1 yang berbunyi “Perkeretaapian dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.”
e.   UU No. 23 Tahun 2007 Pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi “Pembinaan perkeretaapian nasional dilaksanakan oleh Pemerintah yang meliputi: a. penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; b. penetapan, pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan pengembangan perkeretaapian; c. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang perkeretaapian; d. pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada Pemerintah Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan e. pengawasan terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.”
UU tentang SDA
a.   UU No. 7 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.”
b.   UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1 yang berbunyi “Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat. 
c.   UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 6 yang berbunyi “Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang mengambil tindakan-tindakan penyelamatan dengan mengatur kegiatan-kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.  
d.   UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 8 Ayat 1 yang berbunyi “Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Perairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.”
e.   UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 9 yang berbunyi “Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan pemanfaatannya, diselenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui modal kekayaan alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya di seluruh wilayah Indonesia “
f.    UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 13 Ayat 1 yang berbuny “Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:  a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;  b. melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;  c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;  d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunanbangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.”
g.   UU No. 11 Tahun 1974 Pasal 14 Ayat 1 yang berbunyi “Segala pembiayaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka Tata Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.”
UU tentang Transportasi
a.   UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.”
b.   UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 6 yang berbunyi “Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.”
c.   UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 2 yang berbunyi “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: a. asas transparan; b. asas akuntabel; c. asas berkelanjutan; d. asas partisipatif; e. asas bermanfaat; f.  asas efisien dan efektif; g. asas seimbang; h. asas terpadu; dan i.  asas mandiri.
d.   UU No. 22 Tahun 2009 Pasal 5 Ayat 1 yang berbunyi “Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.”
UU tentang Air Bersih
a.   Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2007 Bab III Pasal A bahwa air untuk keperluan higien sanitasi adalah 1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vektor a. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang pembawa penyakit. b. Jika menggunakan kontainer sebagai penampung air harus dibersihkan secara berkala minimum 1 kali dalam seminggu. 2. Aman dari kemungkinan kontaminasi a. Jika air bersumber dari sarana air perpipaan, tidak boleh ada koneksi silang dengan pipa air limbah di bawah permukaan tanah. b. Jika sumber air tanah non perpipaan, sarananya terlindung dari sumber kontaminasi baik limbah domestik maupun industri. c. Jika melakukan pengolahan air secara kimia, maka jenis dan dosis bahan kimia harus tepat.
b.    Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2007 Bab III Pasal B bahwa air untuk kolam renang adalah 1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vektor a. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang pembawa penyakit. b. Penggantian air Kolam Renang dilakukan sebelum kualitas air melebihi Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media air Kolam Renang. 2. Aman dari kemungkinan kontaminasi a. Tersedia kolam kecil untuk mencuci/disinfeksi kaki sebelum berenang yang letaknya berdekatan dengan Kolam Renang. b. Dilakukan pemeriksaan pH dan sisa khlor secara berkala sesuai Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan untuk media air Kolam Renang dan hasilnya dapat terlihat oleh pengunjung. c. Tersedia informasi tentang larangan menggunakan Kolam Renang bila berpenyakit menular. d. Air Kolam Renang kuantitas penuh dan harus ada resirkulasi air.
c.   UU No. 32 Tahun 2007 Bab III Pasal C bahwa air untuk PSA adalah 1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vektor a. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang pembawa penyakit. b. Tersedia alat dan bahan disinfeksi kolam SPA dan airnya. 2. Aman dari kemungkinan kontaminasi Tersedia tanda larangan untuk penderita penyakit menular melalui air.
d.   UU No. 32 Tahun 2007 Bab III Pasal D bahwa air untuk pemandian umum adalah 1. Air dalam keadaan terlindung dari sumber pencemaran, binatang pembawa penyakit, dan tempat perkembangbiakan vektor a. Tidak menjadi tempat perkembangbiakan vektor dan binatang pembawa penyakit.  b. Lingkungan sekitarnya selalu dalam keadaan bersih dan tertata. c. Bebas dari sumber pencemaran baik dari kegiatan domestik maupun industri. 2. Aman dari kemungkinan kontaminasi Tidak ada cemaran minyak yang terlihat jelas yang menyebabkan perubahan warna dan bau.
UU tentang Air Limbah
a.   UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 22 yang berbunyi “Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.”
b.   UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 20 Ayat 1 yang berbunyi “Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.”
c.   UU NO. 32 Tahun 2009 Pasal 20 Ayat 2 yang berbunyi “Baku mutu lingkungan hidup meliputi: a. baku mutu air; b. baku mutu air limbah;  c. baku mutu air laut;  d. baku mutu udara ambien;  e. baku mutu emisi; f. baku mutu gangguan; dan  g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.   UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 100 Ayat 1 yang berbunyi “Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
e.   UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 123 yang berbunyi “Izin dalam ketentuan ini, misalnya, izin pengelolaan limbah B3, izin pembuangan air limbah ke laut, dan izin pembuangan air limbah ke sumber air.”

   3.        Jelaskan kenapa TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) dibutuhkan dalam   dunia konstruksi?.
          Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) adalah nilai besaran kandungan dalam negeri pada barang, jasa, gabungan barang dan jasa. TKDN sangat dibutuhkan dalam proses lelang pengadaan barang/jasa di dunia konstruksi karena TKDN salah satunya digunakan untuk pekerjaan proyek Engineering Procurement & Construction (EPC). Pada Pengadaan (Procurement) banyak mesin dan alat-alat yang bahan baku dan komponennya berasal dari luar negeri tapi perakitannya dilakukan di dalam negeri. Pemerintah berharap, untuk proyek pekerjaan yang akan dilaksanakan lebih banyak menggunakan bahan dan jasa dari dalam negeri. Penilaian penawaran peserta pengadaan barang/jasa tidak hanya dari segi teknis dan harga, namun juga dari Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang di kandung oleh barang maupun jasa yang ditawarkan. Dasar hukum perhitungan TKDN adalah sebagai berikut.
1.    Undang-undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2.    Keputusan Presiden RI No. 08 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.
3.    Undang-undang tentang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
4.    Pedoman Tata Kerja (PTK) 007/PTK/VI/2004 tanggal 9 Juni 2004 dari BP MIGAS.
           
 4.          Skema IPC (Independent Proff Checker) dalam penyelenggaraan konstruksi.

          
5.               SSUK dan SSKK.
a.      SSUK
A. KETENTUAN  UMUM
1.    Definisi: Istilah-istilah yang digunakan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak ini harus mempunyai arti atau tafsiran seperti yang dimaksudkan sebagai berikut:
1.1  Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang;
1.2  Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD;
1.3  Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan Kepala Daerah untuk menggunakan APBD;
1.4  Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang.
1.5  Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan;
1.6  Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan   pengawasan   melalui   audit,   reviu,   evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
1.7  Penyedia adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang;
1.8  Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh peserta/penyedia kepada PPK untuk menjamin terpenuhinya kewajiban peserta/penyedia;
1.9  Kontrak  Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia dan mencakup Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) ini dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) serta dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
1.10 Nilai Kontrak adalah total harga yang tercantum dalam Kontrak.
1.11 Hari adalah hari kalender;
1.12 Daftar kuantitas dan harga (rincian harga penawaran) adalah daftar kuantitas yang telah diisi harga satuan dan jumlah biaya keseluruhannya yang merupakan bagian dari penawaran;
1.13 Harga Perkiraan sendiri (HPS) adalah perhitungan perkiraan biaya pekerjaan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan serta digunakan oleh Pokja ULP untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
1.14 Pekerjaan utama adalah jenis pekerjaan yang secara langsung menunjang terwujudnya dan berfungsinya suatu barang sesuai peruntukannya yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan;
1.15 Jadwal waktu pelaksanaan adalah jadwal yang menunjukkan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan, terdiri atas tahap pelaksanaan yang disusun secara logis, realistik dan dapat dilaksanakan.
1.16 Masa Kontrak adalah jangka waktu berlakunya Kontrak ini terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak sampai dengan serah terima barang.
1.17 Tanggal mulai kerja adalah tanggal mulai kerja penyedia yang dinyatakan pada Surat Pesanan (SP) yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.18 Tanggal penyelesaian pekerjaan adalah adalah tanggal penyerahan  pekerjaan, yang dinyatakan dalam berita acara serah terima pekerjaan yang diterbitkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.19 Tempat Tujuan Akhir adalah lokasi yang tercantum dalam Syarat-syarat khusus kontrak dan merupakan tempat dimana Barang akan dipergunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.20 Tempat tujuan Pengiriman adalah tempat dimana kewajiban pengiriman barang oleh Penyedia berakhir sesuai dengan istilah pengiriman yang digunakan.
1.21 SPP adalah Surat Perintah Pembayaran yang diterbitkan oleh PPK dan merupakan salah satu tahapan dalam mekanisme pelaksanaan pembayaran atas beban APBN/APBD.

b.      SSKK
A.     Korespondensi
Alamat Para Pihak sebagai berikut:

Satuan Kerja PPK:                                 
Nama      :                    __________                    
Alamat    :     __________
Telepon   :       __________
Website   :    __________
Faksimili  :    __________
Email       :      __________

Penyedia :
Nama      :                    __________                    
Alamat    :     __________
Telepon   :       __________
Website   :    __________
Faksimili  :    __________
Email       :      __________
B.     Wakil Sah Para Pihak
Wakil Sah Para Pihak sebagai berikut:

Untuk PPK                 :__________

Untuk Penyedia  Jasa :__________

Pengawas Pekerjaan ________ sebagai wakil sah PPK (apabila ada)
C.     Tanggal Berlaku Kontrak
Kontrak mulai berlaku terhitung sejak: __________ s.d. _________________
D.    Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Penyedia harus menyelesaikan pekerjaan selama :
____________ )( hari kalender/bulan/tahun)
E.     Standar
Penyedia harus menyediakan barang yang telah memenuhi standar ______________ (isi jenis standar yang dipersyaratkan seperti SNI, dll)
F.      Pemeriksaan Bersama
PPK bersama-sama dengan penyedia barang melakukan pemeriksaan kondisi lapangan dalam waktu ____________ hari setelah penandatangan kontrak.
G.     Inspeksi Pabrikasi
PPK atau Tim Inspeksi yang ditunjuk PPK melakukan inspeksi atas proses pabrikasi barang/peralatan khusus pada waktu ______________ setelah penandatangan kontrak.
H.    Pengepakan
Pengepakan, penandaan dan penyertaan dokumen dalam dan diluar paket Barang harus dilakukan sebagai berikut : ___________________
I.      Pengiriman
Dokumen tersebut diatas harus sudah diterima oleh PPK sebelum serah terima Barang. Jika dokumen tidak diterima maka Penyedia bertanggungjawab atas setiap biaya yang diakibatkannya.
J.      Asuransi
1.          Pertanggungan asuransi dilakukan sesuai dengan ketentuan Incoterms.
Jika tidak sesuai dengan ketentuan Incoterms maka pertanggungan asuransi harus  meliputi : ________________________

2.          Jika barang dikirim secara CIF maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]

3.          Jika barang dikirim secara FOB atau EXW maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]
K.     Transportasi
1.          Barang harus diangkut sampai dengan Tempat Tujuan Akhir:  [YA/TIDAK]

2.          Penyedia menggunakan  transportasi ______________ [jenis angkutan] untuk pengiriman barang melalui _____________ [darat/laut/udara]
L.      Serah Terima
Serah terima dilakukan pada : [Tempat Tujuan Pengiriman/Tempat Tujuan Akhir]
M.    Pemeriksaan dan Pengujian
1.          Pemeriksaan dan pengujian yang dilaksanakan meliputi: _______________

2.          Pemeriksaan dan pengujian dilaksanakan di: _______________
N.     Incoterms
Edisi Incoterms yang digunakan adalah _____________
O.    Garansi
1.          Masa Tanggung Jawab Cacat Mutu/Garansi berlaku selama: __________

2.          Masa layanan purnajual berlaku selama _________ (_______) [hari/bulan/tahun]  setelah serah terima barang.
P.     Pedoman Pengoperasian dan Perawatan
Pedoman pengoperasian dan perawatan harus diserahkan selambat-lambatnya: ___ (__________) hari kalender/bulan/tahun setelah tanggal penandatanganan Berita Acara penyerahan barang.
Q.    Layanan Tambahan
Penyedia harus menyedia layanan tambahan berupa : ________________
R.     Pembayaran Tagihan
Batas akhir waktu yang disepakati untuk penerbitan SPP oleh PPK untuk pembayaran tagihan angsuran adalah ______ hari kalender terhitung sejak tagihan dan kelengkapan dokumen penunjang yang tidak diperselisihkan diterima oleh PPK.
S.      Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan Pengalihan dan/atau Subkontrak dikenakan sanksi__________
T.     Tindakan Penyedia yang Mensyaratkan Persetujuan PPK
Tindakan lain oleh Penyedia yang memerlukan persetujuan PPK adalah: __________
U.     Waktu Penyelesaian Pekerjaan
Jangka waktu penyelesaian pekerjaan pengadaan barang  ini adalah selama: ___ (__________) hari [hari/bulan/tahun] 
V.     Kepemilikan Dokumen
Penyedia diperbolehkan menggunakan salinan dokumen dan piranti lunak yang dihasilkan dari pekerjaan Barang ini dengan pembatasan sebagai berikut: __________
W.   Fasilitas
PPK akan memberikan fasilitas berupa : __________
X.     Sumber Pembiayaan
Kontrak Pengadaan Barang ini dibiayai dari __________ [APBN/APBD]
Y.     Pembayaran Uang Muka
Pekerjaan Pengadaan Barang ini dapat diberikan uang muka (YA/TIDAK).

[jika ”YA”]
Uang muka diberikan sebesar __% (__________ persen) dari Nilai Kontrak
Z.     Pembayaran Prestasi Pekerjaan
1.          Pembayaran prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara: (Termin/Bulanan/Sekaligus).

2.          Pembayaran berdasarkan cara tersebut di atas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: __________

3.          Dokumen penunjang yang dipersyaratkan untuk mengajukan tagihan pembayaran prestasi pekerjaan: __________

4.          bila terdapat ketidaksesuaian dalam perhitungan angsuran, tidak akan menjadi alasan untuk menunda pembayaran. PPK dapat meminta penyedia untuk menyampaikan perhitungan prestasi sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sebesar Rp. ______________ (_________________)
AA.  Pembayaran denda
1.          Denda dibayarkan kepada penyedia apabila : __________________

2.          Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dengan cara : ________________

3.          Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dalam jangka waktu : ________________

4.          Besarnya denda sebesar [1/1000 (satu perseribu) dari ______________
[sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan]
[harga kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi.]
BB.   Pencairan Jaminan
Jaminan dicairkan dan disetorkan ke kas __________ [Negara/Daerah]
CC.  Kompensasi
Penyedia dapat memperoleh kompensasi jika ______________
DD. Harga kontrak
Kontrak Pengadaan barang ini dibiayai dari sumber pendanaan ______________
EE.   Penyelesaian Perselisihan
Jika perselisihan Para Pihak mengenai pelaksanaan Kontrak tidak dapat diselesaikan secara damai maka Para Pihak menetapkan lembaga penyelesaian perselisihan tersebut di bawah sebagai Pemutus Sengketa:


[Pengadilan Republik Indonesia yang berkompeten/Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)]

[Jika BANI yang dipilih sebagai Lembaga Pemutus Sengketa maka cantumkan klausul arbitrase berikut tepat di bawah pilihan yang dibuat di atas:

“Semua sengketa yang timbul dari Kontrak ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Para Pihak setuju bahwa jumlah arbitrator adalah 3 (tiga) orang. Masing-masing Pihak harus menunjuk seorang arbitrator dan kedua arbitrator yang ditunjuk oleh Para Pihak akan memilih arbitrator ketiga yang akan bertindak sebagai pimpinan arbitrator.”]