1. SYARAT-SYARAT
PERENCANAAN JEMBATAN
Jembatan
yang baik adalah suatu jembatan yang memiliki dan memenuhi kriteria desain yang
menjadi dasar suatu pembuatan jembatan. Jembatan
direncanakan untuk mudah dilaksanakan serta memberikan manfaat bagi pengguna
lalu lintas sesuai dengan pokok-pokok perencanaan :
1. Kekuatan, Kekakuan dan
Stabilitas Struktur.
Unsur-unsur
tersendiri harus mempunyai kekuatan memadai untuk menahan beban ULS (Ultimate
Limit State) - keadaan batas ultimate, dan struktur sebagai kesatuan
keseluruhan harus berada stabil pada pembebanan tersebut. Beban ULS didefenisikan
sebagai beban-beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui selama umur
struktur rencana.
2. Kenyamanan
dan Keamanan.
Bangunan bawah dan pondasi jembatan
harus berada tetap dalam keadaan layan pada beban SLS (Serviceability Limit
State) - keadaan batas kelayanan. Hal ini berarti bahwa struktur tidak boleh
mengalami retakan, lendutan atau getaran sedemikian sehingga masyarakat menjadi
khawatir atau jembatan menjadi tidak layak untuk penggunaan atau mempunyai
pengurangan berarti dalam umur kelayanan. Pengaruh-pengaruh tersebut tidak
diperiksa untuk beban ULS (Ultimate Limit State), tetapi untuk beban SLS
(Serviceability Limit State) yang lebih kecil dan lebih sering terjadi dan
didefenisikan sebagai beban-beban yang mempunyai 5% kemungkinan terlampaui
dalam satu tahun.
3. Kelayanan Struktur dan Keawetan.
Bahan
struktural yang dipilih harus sesuai dengan lingkungan, misalnya jembatan
rangka baja yang digalvanisasi tidak merupakan bahan terbaik untuk penggunaan
dalam lingkungan laut agresifgaram yang dekat pantai.
4. Pertimbangan aspek
lingkungan, sosial dan aspek keselamatan jalan
5. Kemudahan Pelaksana dan Pemeliharaan.
Pemilihan
rencana harus mudah dilaksanakan. Rencana yang sulit dilaksanakan dapat
menyebabkan pengunduran tak terduga dalam proyek dan peningkatan biaya,
sehingga harus dihindari sedapat mungkin.
6. Ekonomis.
Rencana
termurah sesuai pendanaan dan pokok-pokok rencana lainnya adalah umumnya
terpilih. Penekanan harus diberikan pada biaya umur total struktur yang
mencakup biaya pemeliharaan, dan tidak hanya pada biaya permulaan konstruksi.
7. Bentuk Estetika.
Struktur
jembatan harus menyatu dengan pemandangan alam dan menyenangkan untuk dilihat.
Penampilan yang baik umumnya dicapai tanpa tambahan dekorasi.
Dalam
merencanakan suatu jembatan, perlu adanya suatu parameter untuk dapat
menentukan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, lokasi/letak
jembatan, material.
a. Umur
Rencana Jembatan
Umur rencana jembatan standar
adalah 50 tahun dan jembatan khusus adalah 100 tahun. Umur rencana untuk
jembatan permanen minimal 50 tahun. Umur rencana dipengaruhi oleh
material/bahan jembatan dan aksi lingkungan yang mempengaruhi jembatan.
Jembatan dengan umur rencana lebih panjang harus direncanakan untuk aksi yang
mempunyai periode ulang lebih panjang.
b. Pembebanan Jembatan
menggunakan BM 100.
c. Geometrik:
1. Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas
A adalah 1 + 7 + 1 meter.
2. Superelevasi/kemiringan melintang adalah 2%
pada lantai jembatan dan kemiringan memanjang maksimum 5%.
3. Ruang bebas vertikal di atas jembatan
minimal 5,1 meter.
4. Ruang bebas vertikal dan horisontal di bawah
jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas kapal dengan diambil free board
minimal 1,0 meter dari muka air banjir.
5. Dihindari tikungan diatas jembatan dan
oprit.
6. Untuk kebutuhan estetika pada daerah
tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar
jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
7. Geometrik jembatan tidak menutup akses
penduduk di kiri – kanan oprit.
d. Material:
1. Mutu beton lantai
K-350, bangunan atas minimal K-350, bangunan bawah K-250 termasuk untuk isian
tiang pancang, sedangkan untuk bore pile K-350.
2. Mutu baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk
< D13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk > D13, dengan
variasi diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.
e. Untuk memudahkan validasi koreksi
atas gambar rencana, gambar rencana diusahakan sebanyak mungkin dalam bentuk
gambar tipikal dan gambar standar.
1.1 PERENCANAAN
BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Apabila tidak direncanakan secara khusus maka dapat
digunakan bangunan atas jembatan standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan
kondisi lalu-lintas air di bawahnya seperti:
1. Box Culvert
(single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.
2. Voided Slab sampai
dengan bentang 6 s/d 16 meter.
3. Gelagar Beton
Bertulang Tipe T bentang 6 s/d 25 m.
4. Gelagar Beton
Pratekan Tipe I dan Box bentang 16 s/d 40 meter.
5. Girder Komposit
Tipe I dan Box bentang 20 s/d 40 meter.
6. Rangka Baja
bentang 40 s/d 60 meter.
Penggunaan bangunan atas diutamakan dari sistem gelagar
beton bertulang atau box culvert serta gelagar pratekan untuk bentang pendek
dan untuk kondisi lainnya dapat mengunakan gelagar komposit atau rangka baja
dan lain sebagainya. Untuk perencanaan bangunan atas jembatan harus mengacu
antara lain:
1. Perencanaan
struktur atas menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa
Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
2. Lawan lendut dan
lendutan dari struktur atas jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang agar tidak melampaui nilai batas yang diizinkan
yaitu simple beam < L/800 dan kantilever L/400.
3. Memperhatikan
perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan jembatan berada
khususnya selimut beton, permeabilitas beton, atau tebal elemen baja dan
galvanis terhadap resiko korosi ataupun potensi degradasi meterial.
1.2 PERENCANAAN
BANGUNAN BAWAH JEMBATAN
Perencanaan
struktur bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas berupa
Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS). Abutment:
1. Abutment
tipe cap dengan tinggi tipikal 1,5 – 2
meter.
2. Abutment
tipe kodok dengan tinggi tipikal 2 – 3,5 meter.
3. Abutment
tipe dinding penuh dengan tinggi tipikal > 4 meter
Jenis Pilar yang di gunakan:
1. Pilar
balok cap
2. Pilar
dinding penuh
3. Pilar
portal satu tingkat
4. Pilar
portal dua tingkat
5. Pilar
kolom tunggal (dihindarkan untuk daerah zona gempa besar)
Struktur bawah harus
direncanakan berdasarkan perilaku jangka panjang material dan kondisi
lingkungan, antara lain: selimut beton yang digunakan minimal 30mm (daerah
normal) dan minimal 50 mm (daerah agresif).
1.3 PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN
Perencanaan pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)
Penentuan
jenis pondasi jembatan:
1. Pondasi
dangkal/pondasi telapak (dihindarkan untuk daerah potensi scouring besar): Bebas dari pengaruh
scouring, kedalaman optimal 0,3 s/d 3 meter.
2. Pondasi caisson:
Diameter 2,5 s/d 4,0 meter, kedalaman optimal 3 s/d 9 meter.
3. Pondasi
tiang pancang pipa baja: Diameter 0,4 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 7 m
s/d 50 meter.
4. Pondasi
tiang pancang beton pratekan: Diameter 0,4 s/d 0,6 meter, kedalaman optimal 18 s/d
30 meter.
5. Pondasi
Tiang Bor: Diameter 0,8 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Jenis pondasi diusahakan seragam untuk satu lokasi jembatan
termasuk dimensi-dimensinya, hindari pondasi langsung untuk daerah dengan
gerusan yang besar.
Pondasi dari tiang pancang pipa baja Grade-2 ASTM-252 yang
diisi dengan beton bertulang non-shrinkage (semen type II) atau Pondasi tiang
bor. Faktor keamanan. Bila analisa menggunakan data tanah dari sondir,
maka:
1. Tiang pancang, SF Point Bearing= 3
dan SF Friction pile= 5
2. Sumuran, SF Daya dukung tanah = 20, SF
Geser = 1,5 dan SF Guling = 1,5
Tiang Pancang 1 – 3 cm / 10 pukulan untuk end point bearing
dengan jenis hammer yang sesuai sehinga dapat memenuhi daya dukung tiang
rencana.
1.4 PERENCANAAN JALAN PENDEKAT
Tinggi timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:
H kritis = (c Nc + g D Nq)
/ g
H izin = H kritis /
SF dengan SF = 3
Bila Tinggi timbunan melebihi H izin harus direncanakan
dengan sistem perkuatan tanah dasar yang telah ada.
1.5 PRINSIP PENERAPAN
KESELAMATAN JEMBATAN
Dalam menerapkan keselamatan pada
desain maka lajur jalan, bahu, jarak pandang alinyemen horisontal, alinyemen
vertikal perlu memenuhi kriteria desain (Ditjen Bina Marga 1997 dan 2004).
Disamping itu ada hal yang harus diperhatikan juga seperti:
1. Bangunan
fisik jembatan dan perlengkapannya harus dapat menginformasikan kepada Pengguna
sedemikian rupa sehingga pengguna dapat mengetahui defisiensi standar jalan
(Self Explaining Road) seperti pemasangan:
a. Rambu kecepatan, rambu belokan (chevron),
rambu tanjakan, rambu rawan celaka dan lainnya serta harus
ditempatkan pada tempat yang seharusnya.
b. Pita penggaduh (rumble strip) untuk
mengingatkan pengemudi mendekati bangunan jembatan.
2. Jembatan harus dapat mencegah fatalitas
akibat kecelakaan seperti perlu adanya guard rail pada oprit jembatan.
2. PERATURAN LEGAL DALAM PERENCANAAN
JEMBATAN
1. SNI
03-1725-1989, Pedoman perencanaan pembebanan jembatan jalan raya.
2. RSNI
T-12-2004, Standar perencanaan struktur beton untuk jembatan.
3. SNI
03-2850-1992, Tata cara pemasangan utilitas di jalan.
4. RSNI
T-02-2005, Standar pembebanan untuk jembatan.
5. Pd-T-13-2004-B,
Pedoman penempatan utilitas pada daerah milik jalan.
6. RSNI
T-03-2005, Standar perencanaan struktur baja untuk jembatan.
7. SNI
2838:2008, Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan.
8. SNI 2833 2008 Standar perencanaan gempa untuk jembatan
3. BAGIAN-BAGIAN KONSTRUKSI JEMBATAN
Menurut Departement Pekerjaan
Umum (Pengantar Dan Prinsip-Prinsip PerencanaanBangunan bawah / Pondasi
Jembatan, 1988 ) Suatu bangunan jembatan pada umumnyaterdiri dari 6 bagian
pokok, yaitu :
Keterangan :
1. Bangunan atas
2. Landasan (terletak pada pilar/abdument)
3. Bangunan bawah (memikul beban)
4. Pondasi
5. Oprit (teletak di belakang abdument)
6. Bangunan pengaman.
Menurut ( Siswanto,
1993 ) : Bentuk dan bagian jembatan dapat dibagi dalam 4 bagian utama, yaitu :
1. Struktur Atas
2. Struktur Bawah
3. Jalan pendekat
4. Bangunan pengaman
1. Struktur
Atas (Superstructures)
Struktur
atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat
sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya
rem, beban pejalan kaki, dll. Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
umumnya meliputi :
1. Trotoar
Trotoar
berfungsi sebagai tempat berjalan bagi pejalan kaki yang melewati jembatan agar
tidak terganggu lalu lintas kendaraan. Trotoar terbagi Atas :
Gambar 1. Trotoar
a. Sandaran (Hand rill) biasanya dari pipa besi, kayu dan
beton bertulang. Beban yang bekerja pada sandaran adalah beban sebesar 100 kg
yang bekerja dalam arah horisontal setinggi 0,9 meter.
Gambar 2. Hand rill
b. Tiang Sandaran (Rail post) biasanya dibuat dari beton
bertulang untuk jembatan girder beton, sedangkan untuk jembatan rangka tiang
sandaran menyatu dengan struktur rangka tersebut.
1. Peninggian trotoar
(Kerb),
2. Slab lantai trotoar
Gambar 3. Rail post
2. Slab lantai
kendaraan berfungsi sebagai penahan lapisan perkerasan yang menahan beban
langsung lalu lintas yang melewati jembatan itu.
3. Gelagar (Girder), terdiri atas gelagar
induk / memanjang dan gelagar melintang. Gelagar induk atau memanjang merupakan
komponen jembatan yang letaknya melintang arah jembatan atau tegak lurus arah
aliran sungai. Sedangkan, gelagar melintang merupakan komponen jembatan yang
letaknya melintang arah jembatan.
Gambar 4. Gelagar baja
4. Balok diafragma berfungsi mengakukan PCI
girder dari pengaruh gaya melintang.
5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan
melintang)
6. Andas / perletakan, merupakan perletakan
dari jembatan yang berfungsi untuk menahan beban berat baik yang vertikal
maupun horisontal. Disamping itu juga untuk meredam getaran sehingga abutment
tidak mengalami kerusakan.
7. Tumpuan (Bearing), karet jembatan yang
merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan jembatan, yang berfungsi
sebagai alat peredam benturan antara jembatan dengan pondasi utama
2. Struktur
Bawah (Substructures)
Struktur
bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain
yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan
pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban
tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar. Struktur bawah jembatan
umumnya meliuputi :
a. Pangkal jembatan (Abutment), merupakan
bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai dinding
penahan tanah. Bentuk abutment dapat berupa abutment tipe T terbalik yang
dibuat dari beton bertulang.
1. Dinding
belakang (Back wall),
2. Dinding
penahan (Breast wall),
3. Dinding sayap (Wing wall),
4. Oprit,
plat injak (Approach slab)
5.
Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
6.
Tumpuan (Bearing).
Gambar 5. Abutment (pangkal
jembatan)
b. Pilar jembatan
(Pier), terletak di tengah jembatan (di tengah sungai) yang memiliki kesamaan
fungsi dengan kepala jembatan yaitu mentransfer gaya jembatan rangka ke tanah.
Sesuai dengan standar yang ada, panjang bentang rangka baja, sehingga apabila
bentang sungai melebihi panjang maksimum jembatan tersebut maka dibutuhkan
pilar. Pilar terdiri dari bagian - bagian antara lain :
1. Kepala pilar ( pierhead )
2. Kolom
pilar
3. Pilecap
Gambar 6. Pilar Jembatan
c. Drainase, fungsi drainase adalah untuk
membuat air hujan secepat mungkin dialirkan ke luar dari jembatan sehingga
tidak terjadi genangan air dalam waktu yang lama. Akibat terjadinya genangan
air maka akan mempercepat kerusakan struktur dari jembatan itu sendiri. Saluran
drainase ditempatkan pada tepi kanan kiri dari badan jembatan ( saluran samping
), dan gorong – gorong.
Gambar 7. Saluran drainase
3. Pondasi
Pondasi
jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan
menjadi beberapa macam jenis, antara lain :
1. Pondasi telapak (spread footing)
2. Pondasi sumuran (caisson)
3. Pondasi tiang (pile foundation)
a. Tiang pancang kayu (Log
Pile),
b. Tiang pancang baja (Steel Pile),
c. Tiang pancang beton
(Reinforced Concrete Pile),
d. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile),
e. Tiang beton cetak di tempat
(Concrete Cast in Place),
f. Tiang pancang komposit
(Compossite Pile),
4. Bangunan
Pengaman
Menurut(Siswanto,
1993),merupakan bangunan yang diperlukan untuk pengamanan jembatan terhadap
lalu lintas darat, lalu lintas air, penggerusan dan lain-lain. Bangunan
pelengkap pada jembatan adalah bangunan yang merupakan pelengkap dari
konstruksi jembatan yang fungsinya untuk pengamanan terhadap struktur jembatan
secara keseluruhan dan keamanan terhadap pemakai jalan. Macam-macam bangunan
pelengkap:
a. Jalan Pendekat ( Optrit )
Menurut
Pranowodkk(2007), jalan pendekat adalah struktur jalan yang menghubungkan
antara suatu ruas jalan dengan struktur jembatan; bagian jalan pendekat ini
dapat terbuat dari tanah timbunan,danmemerlukan pemadatan yang khusus, karena
letak dan posisinya yang cukup sulit untuk dikerjakan, atau dapat juga berbentuk
struktur kaki seribu ( pile slab ), yang berbentuk pelat yang disangga oleh
balok kepala di atas tiang-tiang Permasalahan utama pada timbunan jalan
pendekat yaitu sering terjadinya penurunan atau deformasi pada ujung pertemuan
antara struktur perkerasan jalan terhadap ujung kepala jembatan.
Gambar 8. Oprit
c. Talud
Talud mempunyai fungsi utama sebagai pelindung abutment dari aliran air sehingga
sering disebut talud pelindung terletak sejajar dengan arah arus sungai.
Gambar 9. Talud
d. Guide Post / Patok penuntun
Patok Penuntun berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi kendaraan yang akan melewati jembatan, biasanya diletakkan sepanjang panjang oprit jembatan.
e. Lampu Penerangan
Menurut
Departement Pekerjaan Umum (1992) tentang spesifikasi lampu penerangan jalan
perkotaan, Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan
yang dapat diletakkan/dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah ( di
bagian median jalan ) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan
disekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan (intersection),
jalan laying (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah
tanah (underpass, terowongan).
Gambar 11. Lampu Penerangan
4. BENTUK-BENTUK
JEMBATAN
1. Jembatan Busur
Jembatan
yang sudah dikenal zaman romawi yang dibangun dengan susunan batu yang diatur
sedemikian sehinga beban lalu lintas maupun jembatan itu sendiri yang dipikul
pada jembatan didistribusikan dengan baik pada kedua sisi abatemen jembatan,
untuk jembatan yang panjang digunakan lebih dari dua busur. Konsep ini kemudian
dikembangkan pada pembangunan jembatan modern dengan menggunakan rangka baja
ataupun dari beton. Jembatan seperti ini banyak digunakan di Indonesia, baik
pada jembatan jalan, maupun pada jembatan kereta api.
Berdasarkan letak lantai yang
digunakanan untuk lalu lintas kendaraannya serta bentuk busur, maka beberapa
bentuk jenis yang umum dipakai, yaitu :
1.
Deck
Arch, merupakan salah satu jenis/bentuk jembatan busur dimana letak lantainya
menopang beban lalu lintas secara langsung dan berada pada bagian paling atas
busur, yang mengambil bentuk seperti konsep awalnya.
2.
Through
Arch, merupakan jenis jembatan busur yang lain dimana letak lantainya berada
tepat di springline busurnya, jembatan seperti ini biasanya dibangun dengan
menggunakan bahan baja,
3.
A
Half – Through Arch, Salah satu jenis jembatan busur dimana lantainya
kendaraannya berada di antara springline dan bagian busur jembatan, atau berada
di tengah-tengah. Jembatan seperti ini biasanya digunakan untuk bentang yang
panjang.
2. Jembatan
Balok
Merupakan
jembatan yang paling sederhana kalau ditinjau dari bentuk struktural karena
didukung oleh penyangga/abutment awal dan akhir dari dek jembatan, disebut juga
sebagai beam bridge. Konsep ini pada awalnya dikembangkan dua batang pohon
(terbasuk batang kelapa) yang dipasangin lantai. yang kemudian dikembangkan
dengan menggunakan balok beton pracetak ataupun menggunakan girder baja profil
ataupun kotak (box girder).
Beban
yang bekerja pada jembatan bolok ini mengakibatkan permukaan atas balok yang
didorong ke bawah atau dikompresi sedangkan pada bagian bawah ditarik sehingga
mengakibatkan lendutan ditengan jembatan. Atas dasar inilah serta sifat-sifat
material yang akan digunakan dilakukan perhitungan/desain dari jembatan yang
akan dibangun. Balok yang digunakan untuk pembangunan jembatan seperti ini
dapat berupa:
1. Baja
profil I, L atau H
2. Baja
Box Girder
3. Pipa
baja
4. Beton
pratekan
5. Beton
box girder
3. Jembatan Kerangka
Jembatan
yang konsepnya hampir sama dengan jembatan lengkung disebut juga sebagai truss
bridge. Pembuatan jembatan kerangka yaitu dengan menyusun tiang-tiang jembatan
membentuk kisi-kisi agar setiap tiang hanya menampung sebagian berat struktur
jembatan tersebut. Membutuhkan biaya yang lebih murah untuk membangun jembatan
jenis ini karena penggunaan bahan yang lebih efisien. Pada gambar berikut
ditunjukkan beberapa jenis jembatan kerangka yang biasa digunakan :
4. Jembatan Gantung
Jembatan
gantung atau dikenal sebagai Suspension Bridge merupakan digantungkan dengan
menggunakan tali untuk jembatan gantung yang sangat sederhana dan kabel baja
pada jembatan gantung besar. Pada jembatan gantung modern, kabel menggantung
dari menara jembatan kemudian melekat pada caisson (alat berbentuk peti
terbalik yang digunakan untuk menambatkan kabel di dalam air) atau cofferdam
(ruangan di air yang dikeringkan untuk pembangunan dasar jembatan). Caisson
atau cofferdam akan ditanamkan jauh ke dalam lantai danau atau sungai. Jembatan
gantung terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Akashi Kaikyo di Jepang.
Jembatan ini memiliki panjang 12.826 kaki (3.909 m). Pada gambar berikut
ditunjukkan konsep jembatan gantung :
5. Jembatan Kabel Penahan
Jjembatan
ini ditahan oleh kabel disebut juga sebagai Cable-Stayed Bridge. Bedanya,
selain jumlah kabel yang dibutuhkan lebih sedikit, jembatan ini memiliki menara
penahan kabel yang lebih pendek daripada jembatan gantung. Jembatan
kabel-penahan terpanjang di dunia saat ini adalah Jembatan Sutong yang
melintasi Sungai Yangtze di China. Salah satu contoh jembatan kabel penahan di
Indonesia yaitu Jembatan Tenggarong yang runtuh pada bulan Nopember 2011
diakibatkan kesalah prosedur pada saat melakukan perawatan.
Jembatan
Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan
Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal),
Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang
di Indonesia saat ini. Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan
layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge) yang merupakan
jembatan bentang, dan jembatan utama (main bridge) yang merupakan jembatan
kabel penahan.
6. Jembatan
Penyangga
Jembatan penyangga atau dikenal sebagai
cantilever bridge merupakan jembatan balok disangga oleh tiang penopang dikedua
pangkalnya, maka jembatan penyangga hanya ditopang di salah satu pangkalnya.
Jembatan penyangga biasanya digunakan untuk mengatasi masalah pembuatan
jembatan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk menahan beban jembatan dari
bawah sewaktu proses pembuatan. Kelebihan jembatan jenis ini adalah tidak mudah
bergoyang. Tidak heran mengapa banyak jembatan rel kereta api menggunakan jenis
ini.
5. PEMBEBAN
PADA STRUKTUR JEMBATAN
1. Beban hidup
Merupakan semua beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan bergerak/lalu lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap
bekerja pada jembatan.
2. Beban Mati
Merupakan semua beban tetap yang berasal dari berat
sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur
tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya.
3. Beban lalu lintas
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri
atas beban lajur "D" dan beban truk "T". Beban lajur
"D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada
lebar jalur kendaraan itu sendiri.
4. Aksi lingkungan
Aksi lingkungan memasukkan pengaruh temperatur,
angin, banjir, gempa dan penyebabpenyebab alamiah lainnya. Besarnya beban
rencana yang diberikan dalam standar ini dihitung berdasarkan analisis
statistik dari kejadian-kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal
khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh setempat. Perencana mempunyai
tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian khusus setempat dan
harus memperhitungkannya dalam perencanaan.
5. Pembebanan rencana railing
Fungsi utama railing yaitu untuk memberikan keamanan
kepada pengguna jalan. Seluruh sistem pengaman lalu lintas, railing, dan
railing kombinasi secara struktur dan geometrik harus tahan terhadap benturan
kendaraan.
Nama : Siti Rodiah
Npm : 17316108
Kelas : 3TA04
Dosen : I Kadel Bagus Widana Putra
https://ftsp.gunadarma.ac.id/sipil/
https://www.gunadarma.ac.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar